Pengolahan Limbah Yang Efektif
RCAU Fiberglass - Pengelolaan air limbah di Indonesia mayoritas masih menggunakan septic tank yang berada di rumah atau bangunan (on site), terlebih di perdesaan masih terdapat masyarakat yang masih buang air besar di kebun, badan air, dan sungai.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus
mendorong pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan pengelolaan air
limbah baik terpusat skala besar maupun komunal yang bisa digunakan oleh
sekitar 70-100 rumah.
Baca Juga: Tangki IPAL Biosystem, Tangki Pengolahan Limbah Ramah Lingkungan
Tak hanya itu, Kementerian PUPR juga telah membangun
beberapa proyek percontohan infrastruktur pengelolaan air limbah mulai dari
skala besar yakni IPAL Regional seperti di Denpasar, Bali, selain itu
melaksanakan program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) di lebih dari
seribu kawasan dengan hasil yang cukup baik, dimana air hasil olahannya telah
memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air atau sungai yakni effulent BOD
dengan konsentrasi sekitar 50 ppm.
Pengolahan air limbah melalui perpipaan di Jakarta sendiri
baru melayani 3,8% warga Jakarta. Saat ini air limbah dari septic tank warga di
Jakarta, diangkut menggunakan truk tangki dan diolah di Intalasi Pengolahan
Limbah Tinja (IPLT) milik PD PAL Jaya yang ada di Pulogebang dan Bukit Duri.
Selain itu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Jakarta
baru ada satu yakni di IPAL Waduk Setiabudi yang melayani limbah dari
perkantoran, hotel atau bangunan sekitarnya. Untuk mengatasi permasalahan
limbah di Jakarta, Kementerian PUPR bekerjasama dengan Japan International
Cooperation Agency (JICA) akan membangun Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpadu
atau Jakarta Sewerage System (JSS) yang tersebar di 15 zona.
Dari 15 zona, pengelolaan limbah terpadu tersebut akan diawali pengembangannya di zona 1 yang berlokasi di Pluit dan zona 6 di Duri Kosambi. Menteri PUPR Basoeki Hadimoeljono mengatakan zona 1 dan zona 6 adalah prioritas dan sudah ada lahan disiapkan untuk pembangunannya yang bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Pembangunan di Zona 1 dibangun diatas lahan seluas 4,901 hektar
dengan kapasitas 198.000 m3 limbah per hari. Sedangkan zona 6 di daerah Duri
Kosambi, dengan luas sekitar 5,875 Hektar dengan kapasitas 282.000 m3 per hari.
"Saat ini untuk pembangunan zona 1 dan zona 6, dalam tahap pembuatan detil
desainnya," ujarnya, Selasa (21/3/2017).
Sementara itu Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR Dodi Krispratmadi mengatakan
bahwa pembangunan IPAL terpadu di Jakarta sangat berat tantangannya karena
disamping biaya sangat mahal, diperlukan ketersediaan lahan yang luas.
Biaya untuk pembangunan zona 1 dibutuhkan dana senilai Rp8,1
triliun dan zona 6 senilai Rp8,7 triliun yang berasal dari pinjaman Jepang.
"Biayanya mahal sekali karena tidak menggunakan pompa namun gravitasi sehingga
diperlukan penanaman pipa di dalam tanah dengan kedalaman 20-30 meter"
kata Dodi.
Selain pembangunan IPAL terpadu pada 15 zona tersebut,
Kementerian PUPR juga akan bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk
pembangunan IPAL komunal melalui program Sanimas. Ditargetkan selesainya IPAL
terpadu pada 15 zona tersebut pada tahun 2035, akan mampu melayani pengolahan
air limbah Jakarta hingga 90%. "Dengan demikian akan mengurangi pencemaran
air tanah dan sungai Jakarta akibat pembuangan air limbah," ucap Dodi.
Resource: Bisnis.com
Baca juga artikel kami yang lain:
- Tangki IPAL Bulat; Perbedaan dan Fungsinya
- Pengolahan limbah dengan teknologi biofilter dengan media plastik sarang tawon
- Solusi mengatasi pencemaran lingkungan
0 komentar:
Posting Komentar